ANALISA PEMASANGAN INSTALASI LISTRIK TEGANGAN RENDAH
YANG SESUAI DENGAN
PERSYARATAN PUIL 2000
Oleh : Hartono
ABSTRAK
Persyaratan
Umum Instalasi Listrik ini merupakan hasil penyempurnaan Peraturan Umum
Instalasi Listrik 1987 dengan memperhatikan standar IEC, terutama terbitan TC
64 "Electrical Instalation of Buildings" dan standar internasional
lainnya yang terkait. Penunjukan dalam Persyaratan dalam PUIL 2000 dilakukan
dengan menyebutkan nomornya, dan PUIL 2000 ini diberlakukan untuk seluruh wilayah
Republik Indonesia.
Ada
beberapa jenis gambar yang harus dikerjakan dalam tahap perancangan suatu
proyek pemasangan instalasi listrik penerangan dan tenaga yang baku menurut
PUIL 2000. Rancangan instalasi listrik terdiri dari gambar situasi, gambar instalasi,
gambar diagram garis tunggal, dan gambar detail. Setelah dilakukan pemasangan
instalasi yang sesuai dengan persyaratan PUIL, maka harus dilakukan pengujian
yang meliputi pengujian fisik instalasi penerangan dan tenaga, pengujian
tahanan isolasi instalasi listrik, pengujian sistem pengaman yang menggunakan
penghantar pengaman, dan sistem
pembumian pengaman
PENDAHULUAN
Peraturan
instalasi listrik yang pertama kali digunakan sebagai pedoman beberapa instansi
yang berkaitan dengan instalasi listrik adalahAVE (Algemene Voorschriften voor Electrische Sterkstroom Instalaties)
yang diterbitkan sebagai Norma N 2004 oleh Dewan Normalisasi Pemerintah Hindia
Belanda. Kemudian AVE N 2004 ini diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia dan
diterbitkan pada tahun 1964 sebagai Norma Indonesia N16 yang kemudian dikenal
sebagai Peraturan Umum InstalasiListrik disingkat PUIL 1964, yang merupakan
penerbitan pertama dan PUIL 1977 dan 1987 adalah penerbitan PUIL yang kedua dan
ketiga yang merupakan hasil penyempurnaan atau revisi dari PUIL sebelumnya,
maka PUIL 2000 ini merupakan terbitan keempat. Jika dalam penerbitan PUIL 1964,
1977 dan 1987 nama buku ini adalah Peraturan Umum Instalasi Listrik maka pada
penerbitan tahun 2000, namanya menjadi Persyaratan Umum Instalasi Listrik
dengan tetap mempertahankan singkatan yang sama yaitu PUIL.
Penggantian kata
"Peraturan" menjadi "Persyaratan" dianggap lebih tepat
karena pada kata "Peraturan" terkait pengertian adanya kewajiban
untuk mematuhi ketentuan dan sangsinya. Sebagaimana diketahui sejak AVE sampai
PUIL 1987 pengertian kewajiban mematuhi ketentuan dan sangsinya tidak
diberlakukan, sebab isinya selain mengandung hal-hal yang dapat dijadikan
peraturan juga mengandung rekomendasi ataupun ketentuan atau persyaratan teknis
yang dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan pekerjaan instalasi listrik.
Sejak
dilakukannya penyempurnaan PUIL 1964, publikasi atau terbitan standar IEC (International Electrotechnical Commission),
khususnya IEC 60364 menjadi salah satu acuan utama disamping standar
internasional lainnya. Juga dalam terbitan PUIL 2000, usaha untuk mengacu IEC
ke dalam PUIL terus dilakukan, walaupun demikian dari segi kemanfaatan atau
kesesuaian dengan keadaan di Indonesia beberapa ketentuan mengacu pada standar
dari NEC (National Electric Code), VDE (Verband
Deutscher Elektrotechniker) dan SAA (Standards
AssociationAustralia).
PUIL 2000
merupakan hasil revisi dari PUIL 1987, yang dilaksanakan oleh Panitia Revisi
PUIL 1987 yang ditetapkan oleh Menteri Pertambangan dan Energi dalam Surat
Keputusan Menteri No. 24-12/40/600.3/1999, tertanggal 30 April 1999 dan No.
51-12/40/600.3/1999, tertanggal 20 Agustus 1999. Anggota Panitia Revisi
PUIL tersebut terdiri dari wakil dari berbagai departemen
seperti DEPTAMBEN,
DEPKES, DEPNAKER, DEPERINDAG, BSN, PT PLN, PT PERTAMINA,
YUPTL, APPI, AKLI, INKINDO, APKABEL, APITINDO, MKI, HAEI, PerguruanTinggi ITB,
ITI, ISTN, UNTAG, STTY-PLN, Pt Schneider Indonesia dan pihak-pihak lain yang
terkait.
Isi PUIL 2000
Bagian 1 dan 2
tentang pendahuluan dan persyaratan dasar yang merupakan padanan dari IEC 364-1
Part 1 dan Part 2 tentang Scope, Object Fundamental Principle and
Definitions. Bagian 3 tentang proteksi untuk keselamatan, banyak mengacu
pada IEC 60364 Part 4 tentang Protection
for Safety. Bahkan istilah yang berkaitan dengan tindakan proteksi seperti
SELV yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan tegangan ekstra rendah pengaman
digunakan sebagai istilah baku, demikian pula istilah PELV dan FELV. PELV
adalah istilah SELV yang dibumikan, sedang FELV adalah sama dengan tegangan
ekstra rendah fungsional. Sistem kode untuk menunjukkan tingkat proteksi yang
diberikan oleh selungkup dari sentuh langsung ke bagian berbahaya, seluruhnya
diambil dari IEC dan kode IP (International
Protection). Demikian pula halnya dalam pengkodean jenis pembumian. Kode TN
mengganti kode PNP dalam PUIL 1987, demikian juga kode TT untuk PP dan kode IT
untuk kode HP. Bagian 4 tentang perancangan instalasi listrik, dalam IEC 60364
Part 3 yaitu Assessment of General
Characteristics, tetapi isinya banyak mengutip dari SAA Wiring Rules dalam Section General Arrangment tentang perhitungan kebutuhan maksimum
dan penetuan jumlah titik sambung pada sirkit akhir.
Bagian 5 tentang
perlengkapan listrik, mengacu pada IEC 60364 Part 5 yaitu Selection and Erection of Electrical Equipment dan standar NEC.
Bagian 6 tentang
Perlengkapan Hubung Bagi dan Kendali (PHB) serta komponennya, merupakan
pengembangan Bab 6 PUIL 1987 dengan ditambah unsurunsur dari NEC.
Bagian 7 tentang
penghantar dan pemasangannya tidak banyak berubah dari Bab 7 PUIL 1987.
Perubahan yang ada mengacu pada IEC, misalnya cara penulisan kelas tegangan
dari penghantar. Ketentuan dalam bagian 7 ini banyak mengutip dari standar VDE.
Dan hal-hal yang berkaitan dengan tegangan tinggi dihapus. Bagian 8 tentang ketentuan untuk berbagai
ruang dan instalasi khusus merupakan pengembangan dari Bab 8 PUIL 1987. Dalam
PUIL 2000 dimasukkan pula klarifikasi zona yang diambil dari IEC, yang
berpengaruh pada pemilihan dari perlengkapan listrik dan cara pemasangannya
diberbagai ruang khusus. Ketentuan dalam bagian 8 ini merupakan bagian dari IEC
60364 Part 7 yaitu Requirment for Special
Instalation or Locations.
Bagian 9
meliputi Pengusahaan instalasi listrik. Pengusahaan dimaksudkan sebagai perancangan,
pembangunan, pemasangan, pelayanan, pemeliharaan, pemeriksaan dan pengujian
instalasi listrik serta proteksinya. Di IEC 60364, pemeriksaan dan pengujian
awal instalasi listrik dibahas dalam Part 6 yaitu tentang Verification.
PUIL 2000
berlaku untuk instalasi listrik dalam bangunan dan sekitarnya untuk tegangan
rendah sampai 1000V arus bolak balik dan 1500V arus searah dan gardu
transformator distribusi tegangan menengah sampai 35KV. Ketentuan tentang
transformator distribusi tegangan menengah mengacu pada NEC 1999.
Pembagian dalam
sembilan bagian dengan judulnya pada dasarnya sama dengan bagian yang sama pada
PUIL 1987. PUIL 2000 tidak menyebutkan pembagiannya dalam pasal, sub-pasal,
ayat atau su-bayat. Perbedaan tingkatnya dapat dilihat dari sistem penomorannya
dengan digit. Contohnya Bagian 4 dibagi dalam 4.1; 4.2 dan seterusnya.
Sedangkan 4.2 dibagi dalam 4.2.1 sampai 4.2.9, dibagi lagi dalam 4.2.9.1 sampai
dengan 4.2.9.4. Jadi untuk menunjuk kepada suatu ketentuan cukup dengan menuliskan
nomor dengan jumlah digitnya.
Seperti halnya
pada PUIL 1987, PUIL 2000 dilengkapi pula dengan indeks dan lampiran-lampiran
lainnya pada akhir buku. Lampiran mengenai pertolongan pertama pada korban
kejut listrik yang dilakukan dengan pemberian pernafasan bantuan, diambilkan
dari standar SAA, berbeda dengan PUIL 1987.
Persyaratan Umum
Instalasi Listrik ini berlaku untuk semua pengusahaan instalasi listrik
tegangan rendah arus bolak balik sampai 1000V, arus searah 1500V dan tegangan
menengah sampai 35KV dalam bangunan dan sekitarnya baik perancangan,
pemasangan, pemeriksaan dan pengujian, pelayanan, pemeliharaan maupun
pengawasannya dengan memperhatikan ketentuan yang terkait.
Persyaratan Umum
Instalasi Listrik ini merupakan hasil penyempurnaan Peraturan Umum Instalasi
Listrik 1987 dengan memperhatikan standar IEC, terutama terbitan TC 64 "Electrical Instalation of Buildings"
dan standar internasional lainnya yang terkait. Penunjukan dalam Persyaratan
dalam PUIL 2000 dilakukan dengan menyebutkan nomornya, dan PUIL 2000 ini
diberlakukan untuk seluruh wilayah Republik Indonesia.
Fungsi Dan Jenis Gambar
Dalam Perancangan Instalasi Listrik
Selain menguasai
persyaratan, perancangan dan memiliki pengetahuan tentang peralatan instalasi,
hal yang tidak boleh ditinggalkan oleh seorang ahli listrik adalah kemampuan
membaca gambar instalasi. Gambar instalasi memegang peranan yang sangat vital
dan menentukandalam suatu perancangan instalasi, karena hanya dengan bantuan
gambar, suatu proyek pemasangan instalasi dapat dilaksanakan.
Gambar teknik
merupakan perpaduan antara gambar seni dan gambar science yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan beberapa
persoalan keteknikan. Seni dalam hal ini mengenai aspek keindahan bentuknya,
sedangkan science menyangkut segi
ukuran, kekuatan, ketahanan, bahan, efisiensi, cara mengerjakan dan
sebagainya. Gambar teknik berfungsi
sebagai bahasa tertulis dalam bentuk gambar antara perencana dan pelaksana,
sebagai konsekuensinya kedua pihak harus betul-betul memahami dalam arti harus
dapat membuat, membaca dan mengoreksi gambar. Gambar teknik juga mengandung
unsur seni, tetapi juga harus memperhatikan aturan-aturan tertentu, seperti di
Indonesia dalam dunia teknik listrik aturan yang ada antar lain PUIL
(Persyaratan Umum Instalasi Listrik).
Dalam suatu
perancangan, produk yang dihasilkan adalah gambar dan analisa. Gambar adalah
bahasa teknik yang diwujudkan dalam kesepakatan simbol. Gambar ini dapat berupa
gambar sket, gambar perspektif, gambar proyeksi, gambar denah serta gambar
situasi. Gambar denah ruangan atau bangunan rumah (gedung) yang akan dipasang
instalasi digambar dengan menggunakan lambanglambang (simbolsimbol) yang
berlaku untuk instalasi listrik.
Ada beberapa jenis gambar yang harus
dikerjakan dalam tahap perancangan suatu proyek pemasangan instalasi listrik
penerangan dan tenaga yang baku menurut PUIL 2000. Rancangan instalasi listrik
terdiri dari:
1. Gambar situasi
Gambar situasi adalah gambar yang
menunjukkan dengan jelas letak bangunan instalasi tersebut akan dipasang dan
rencana penyambungannya dengan jaringan listrik PLN.
Gambar 1. Gambar Situasi
2.
Gambar instalasi Gambar instalasi meliputi:
a.
Rancangan tata letak yang menunjukkan dengan jelas tata
letak perlengkapan listrik beserta
sarana pelayanannya (kendalinya), seperti titik lampu, saklar, kotak kontak,
motor listrik, panel hubung bagi dan lain-lain.
b.
Rancangan hubungan peralatan atau pesawat listrik
dengan pengendalinya.
c.
Gambar hubungan antara bagian-bagian dari rangkaian
akhir, serta pemberian tanda yang jelas mengenai setiap peralatan atau pesawat
listrik.
3.
Gambar diagram garis tunggal
Yang tercantum dalam diagram
garis tunggal ini meliputi:
a.
Diagram PHB lengkap dengan keterangan mengenai ukuran
dan besaran nominal komponennya.
b.
Keterangan mengenai jenis dan besar beban yang
terpasang dan pembaginya.
c.
Ukuran dan besar penghantar yang dipakai.
d.
Sistem pembumiannya.
Gambar 2. Diagram Garis Tunggal
4. Gambar detail Gambar detail meliputi :
a.
Perkiraan ukuran fisik dari panel.
b.
Cara pemasangan alat listrik.
c.
Cara pemasangan kabel.
d.
Cara kerja instalasi kontrolnya.
Selain
gambar-gambar diatas, dalam merancang atau menggambar instalasi listrik penerangan
dan tenaga, juga dilengkapi dengan
analisa data perhitungan teknis mengenai susut tegangan, beban terpasang dan
kebutuhan beban maksimum, arus hubung singkat dan daya hubung singkat.
Disamping itu masih juga dilengkapi juga dengan daftar kebutuhan bahan
instalasi, dan uraian teknis sebagai pelengkap yang meliputi penjelasan tentang
cara pemasangan peralatan/bahan, cara pengujian serta rencana waktu
pelaksanaan, rencana anggaran biaya dan lama waktu pengerjaan.
Pengujian Fisik
Instalasi Penerangan Dan Tenaga
Pengujian fisik
instalasi listrik penerangan dan tenaga didahului dengan pemeriksaan secara
fisik (yang terlihat mata) keadaan suatu instalasi listrik apakah sudah
memenuhi ketentuan-ketentuan di dalam PUIL (Peraturan Umum Instalasi Listrik)
di Indonesia sebagai berikut :
1.
Keadaan tata letak pemasangan perlengkapan instalasi
listrik.
2.
Pemasangan kabel instalasi listrik.
3.
Penggunaan warna pada kabel.
4.
Jumlah titik beban instalasi listrik
5.
Pemeriksaan pada terminal dan sambungan kabel.
6.
Pemeriksaan pada pipa instalasi.
Pengujian Tahanan
Isolasi Instalasi Listrik
Tahanan
(resistansi) isolasi dari kabel instalasi listrik merupakan salah satu unsur
yang menentukan kualitas instalasi listrik, mengingat fungsi utama isolasi
sebagai sarana pengamanan instalasi listrik. Ketentuan-ketentuan tentang
tahanan isolasi ini sudah diatur dalam PUIL sebagai berikut :
1.
Tahanan isolasi dari bagian instalasi listrik dalam
ruangan yang kering harus mempunyai nilai sekurang-kurangnya 1000 ohm tiap 1
Volt tegangan nominalnya, dengan pengertian bahwa arus bocor dari tiap bagian
instalasi listrik pada tegangan nominalnya tidak boleh melebihi 1 mA tiap 100 m
panjang instalasi listrik.
2.
Tahanan isolasi dari bagian instalasi listrik dalam
ruang yang lembab atau basah harus mempunyai nilai sekurang-kurangnya 100 ohm
tiap 1 volt tegangan nominalnya.
3.
Batas-batas kemampuan alat ukur tahanan isolasi.
Bagian yang diukur tahanan isolasinya adalah sebagai berikut
:
1. Antara
penghantar fase dengan penghantar nol, yaitu antara fase R dengan N, fase S
dengan N, dan fase T dengan N.
2. Antara
penghantar fase dengan fase, yaitu antara fase R dengan fase S, fase R dengan
fase T, dan fase T dengan fase S.
3. Antara
penghantar fase dengan penghantar pengaman (pembumi) yaitu antara fase R dengan
ground, fase S dengan ground, fase T dengan ground.
4. Antara
penghantar nol (N) dengan penghantar pengaman (ground / G).
Pengujian Sistem
Pengaman Yang Menggunakan Penghantar
Pengaman
Pengujian sistem
pengaman ini dimulai dengan pemeriksaan awal untuk mengetahui hal-hal berikut
ini :
1. Ukuran
penghantar fase dan pengaman arus lebih telah sesuai atau belum.
2. Penghantar
pengaman mempunyai luas penampang sesuai dengan ketentuan dan terpasang serta
terhubung sebagaimana mestinya atau tidak.
3. Penghantar
pengaman mempunyai sambungan yang baik atau tidak.
4. Pembatas
pengaman tidak terhubung dengan bagian yang bertegangan.
5. Penghantar
nol dan penghantar pengaman telah mempunyai tanda pengenal sebagai mana
mestinya atau belum.
6. Kotak
kontak dan tusuk kontak telah mempunyai penghantar pengaman degan luas
penampang yang cukup dan telah terhubung pada kontak pengamannya atau belum.
Bila BKT (Bagian Konduktif Terbuka) kotak kontak dan tusuk kontak dibuat dari
logam, maka penghantar pengaman harus tersambung pada BKT tersebut.
7. Khusus untuk
pengujian sistem saklar
pengaman tegangan ke
bumi (SPTB) dan sistem saklar pengaman arus sisa (SPAS),
apakah tegangan nominal saklar pengaman tersebut sudah sesuai dengan tegangan
nominal jaringan atau belum.
Sistem pembumian
pengaman
Ada dua macam
sistem pembumian pengaman, yaitu :
1. Pembumian
BKT perlengkapan listrik terpisah dari pembumian sistem listriknya.
2. Pembumian BKT perlengkapan
listrik dihubungkan dengan pembumian sistemnya dengan melalui jaringan pipa air
dari logam yang sama.
Pada pembumian
terpisah, bila terjadi kegagalan isolasi, arus gangguan akan mengalir ke sumber
melalui bumi. Tahanan pembumi BKT perlengkapan dan instalasi listrik yang
diamankan tidak boleh melebihi nilai berikut ini :
di mana : IA = k x IN.
Rp
= tahanan pembumi dalam ohm.
IA = nilai arus yang dapat menyebabkan pengaman
bekerja dalam waktu maksimum 5 detik.
IN = nilai arus nominal pengaman arus lebih.
K = faktor yang nilainya bergantung pada
karakteristik alat pengaman arus lebih. Untuk pengaman lebur, nilai k berkisar
antara 2,5 - 5, sedangkan untuk gawai (alat) pengaman lain berkisar antara 1,25
- 3,5.
Pada pembumi
yang terhubung, maka bila terjadi kegagalan isolasi, arus gangguan akan
mengalir kembali ke sumber melalui jaringan pipa air tersebut. Tahanan lingkar
tidak boleh melebihi nilai berikut ini :
dimana :
V = tegangan fasa netral dalam bentuk volt.
IA =
k x I dalam ampere.
Rlk = tahanan lingkar dalam ohm.
IA = IN
dan k seperti pada penjelasan sebelumnya (diatas).
Pengukuran tahanan
pentanahan pada sistem pembumian terpisah, dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu :
1. Pengukuran
dengan menggunakan voltmeter dan amperemeter, ditunjukkan seperti gambar 3.
Gambar 3. Pengukuran Dengan Voltmeter dan Amperemeter
2. Pengukuran dengan menggunakan alat ukur tahanan pentanahan.
Jika elektrode buminya termasuk
elektrode batang maka elektroda bantu yang diperlukan untuk pengukuran ini
harus berjarak minimum 20 m. Dan jika elektrode buminya termasuk jenis
elektrode pita, maka jarak elektrode bantu dan elektrode bumi minimum 3 kali
diameter elektrode bumi tersebut. Alat ukur tahanan pentanahan harus dapat
menghasilkan tegangan sendiri. Pengukuran tahanan lingkar pentanahan pada
sistem pembumian terhubung dilakukan dengan cara: menghubungkan elektrode bumi
yang akan diukur ke penghantar fase, setelah pengaman arus lebih melalui saklar
Sn dan Sv, tahanan antara fase dan tanah (VE) diukur dengan volt meter saat
saklar Sn dan Sv terbuka. Mula-mula saklar Sv ditutup, jika tegangan tidak
turun banyak, saklar Sn baru boleh ditutup. Penunjukan tegangan VE1 dan arus I
dicatat, maka besarnya tahanan lingkar :
di mana :
Rlk = tahanan lingkar.
VE =
tegangan fase terhadap bumi (keadaan saklar terbuka).
VE1 =
tegangan pada tahanan Rh (keadaan saklar Sn tertutup).
I
= arus terukur pada ampere meter
(keadaan saklar Sn tertutup).
Pengukuran Arus Hubung
Pendek pada Sistem PNP (Pembumian Netral
Pengaman)
Pembumian Netral
Pengaman (PNP) ialah pengaman dengan cara menghubungkan BKT perlengkapan dengan
penghantar netral yang dibumikan (penghantar nol) sehingga bila terjadi
kegagalan isolasi maka tegangan sentuh yang terlalu tinggi tidak tertahan
karena bekerjanya pengaman arus lebih. Cara menghubungkan BKT perlengkapan
dengan penghantar nol, dilaksanakan melalui penghantar pengaman sebagai berikut :
1.
Untuk penghantar pengaman dengan luas penampang kurang
dari 10 mm2 tembaga, caranya melalui penghantar itu sendiri dihubungkan ke rel
/ terminal pengaman, kemudian dihubungkan ke rel / terminal rol di dalam PHB
yang sama atau PHB di sebelah hulunya.
2.
Untuk penghantar pengaman dengan luas penampang 10 mm2
tembaga atau lebih, penghantar pengaman tersebut dapat berfungsi ganda, yaitu
sebagai penghantar pengaman juga sebagai penghantar netral (disebut penghantar
rol), sehingga BKT perlengkapan dapat dihubungkan melalui penghantar tersebut
ke rel / terminal pengaman PHB, sedangkan terminal netral perlengkapan cukup
dihubungkan ke BKT perlengkapan.
3.
Untuk perlengkapan tanpa penghantar netral, BKT
perlengkapan dihubungkan melalui penghantar pengaman rel / terminal pengaman
PHB. Bila PHB tidak memiliki terminal / rel pengaman, maka penghantar pengaman
dihubungkan ke terminal nol PHB.
Persyaratan sistem PNP
Penampang
penghantar antara sumber listrik atau transformator dan perlengkapan listrik
harus cukup luas supaya bila terjadi hubung singkat antara penghantar fase
dengan penghantar nol, penghantar netral, penghantar pengaman atau BKT
perlengkapan listrik. Besar arus gangguan minimal sama dengan arus I dari
pengaman leburnya atau pengaman arus lebih terdekat lainnya, di mana IA = k x
IN.
Pada umumnya
transformator yang dihubungkan bintang-bintang tidak sesuai bagi sistem PNP,
karena reaktansnya terhadap arus hubung singkat seperti tersebut di atas
terlalu besar. Jika persyaratan tersebut di atas tidak bisa terpenuhi pada
sebagian jaringan distribusi dan instalasi konsumen maka sistem PNP tidak boleh
dipakai. KHA penghantar fasenya (dengan pengecualian) diperbolehkan sesuai
dengan tabel di bawah ini.
Tabel Luas Penampang untuk
Penghantar Netral dari Bahan yang Sama dengan Penghantar Fasenya.
PENUTUP
Pemasangan
jaringan listrik tegangan rendah harus memenuhi persyaratan PUIL 2000, yang
pada dasarnya merupakan ketentuan baku. Pelanggaran terhadap persyaratan tidak
diperkenankan, tepai belum ada sangsi hokum yang jelas. Karena listrik sudah
merupakan kebutuhan pokok, maka tidak ditolerir pelanggaran pemasngan
instalasi. Oleh sebab itu setiap pengusaha yang berkecimpung dalam bidang
kelistrikan harus memahami PUIL 2000 dan aspek-aspek keselamatan pengusahaan
jaringan listrik listrik tegangan rendah dan ketatalaksanaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Budyo A dan Tj. Pater. 1995. Menggambar Teknik 2. Penerbit CV Marisa. Surabaya.
Djumadi,
Martin B dan bambang A. 1997. Instalasi
Listrik Bangunan. Penerbit Angkasa . Bandung.
P. Van
Harten, E. Setiawan, 1998, Instalasi Arus
Kuat. Jilid I dan II. Penerbit Bina Cipta. Bandung.
Sudarto. 1987. Teknik Perencanaan
dan Pemasangan Instalasi Listrik. Penerbit Karya Remaja. Bandung.
Zan Scbotsman. 1996. Instalasi.
Edisi Kelima. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Peraturan
Pemerintah No. 10 tahun 1989 tentang Penyediaan
dan Pemanfaatan Tenaga Listrik
Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1995 tentang Usaha Penunjang Tenaga Listrik
Peraturan
Menteri Pertambangan dan Energi No. 01.P/40/M.PE/1990 tentang Instalasi Ketenagalistrikan
Persyaratan
Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000). Penerbit Yayasan PUIL.
Jakarta.
Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Undang-undang No. 15 tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan.
0 komentar:
Posting Komentar